Cara Pinjol Ilegal Mendapatkan Data Diri Calon ‘Korban’
Tawaran pinjaman dana melalui SMS, telepon dan WhatsApp semakin marak belakangan ini dan sangat mengganggu. Dari pihak Otoritas Jasa Keuangan dan AFPI memastikan bahwa yang menawarkan pinjaman melalui media tersebut sudah pasti pinjol ilegal. Yang menjadi pertanyaan, dari mana mereka mendapatkan data calon ‘korban’?
Sebagian besar masyarakat mengeluhkan bahwa tiap hari pasti menerima pesan singkat penawaran pinjaman dan mereka merasa tidak pernah mengunduh aplikasi pinjol apa pun. Bahkan ada juga pinjol ilegal yang menelepon hingga malam hari. Ya, pinjol ilegal memang melakukan segala cara untuk bisa menawarkan layanan mereka dan menjerat ‘korban’ lebih banyak lagi.
Ada alasan mengapa pinjol ilegal ini melakukan penawaran dengan cara konvensional karena mereka mengincar masyarakat yang kesulitan ekonomi dan membutuhkan uang cepat. Ketika seseorang di posisi terdesak dan butuh uang cair secepatnya, mereka tidak akan mikir panjang. Ini faktor psikologis yang dimainkan oleh pihak pinjol ilegal.
Sekali terjerat, maka dengan mudahnya pinjol ilegal ini mengakses seluruh kontak dari peminjam tersebut. Bisa dibayangkan, berapa banyak kontak yang mereka akses dari peminjam tersebut. Sedangkan untuk fintech pendanaan yang sudah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dilarang keras untuk menawarkan produk ataupun melakukan promosi melalui pesan singkat atau WhatsApp. Ini tertuang di aturan OJK nomor 07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.
Agar lebih jelas, di pasal 19 dalam peraturan tersebut berbunyi pelaku usaha jasa keuangan dilarang untuk melakukan penawaran produk atau layanan ke konsumen atau masyarakat melalui sarana komunikasi pribadi bersifat personal seperti SMS e-mail, voicemail tanpa persetujuan konsumen.
Lalu yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana pinjol ilegal mendapatkan data calon ‘korbannya’?
Cara Pinjol Ilegal Mendapatkan Data Diri Calon ‘Korban’
1. Phising
Ini merupakan salah satu tindak kejahatan siber yang terkenal dan sering dilakukan oleh hacker. Tindak kejahatan ini terbukti masih efektif dalam hal pencurian identitas.
Data apa saja yang menjadi tujuan kejahatan phising ini?
Semua data pribadi (nama, nomor HP, alamat), data keuangan (nomor kartu kredit, password), dan data akun (password dan juga username). Salah satu cara hacker melakukan phising ini adalah dengan menyamar menjadi pihak yang berwenang sehingga calon korban tidak curiga.
2. Membeli Data
Jual beli data konsumen sudah terjadi sejak bertahun-tahun silam. Awal mulanya praktik jual beli data ini dilakukan oleh pihak kartu kredit. Mereka membeli data nasabah dari mafia data untuk menawarkan produk mereka. Dan ternyata praktik jual beli ini masih terus berlangsung.
Data dijual dengan berbagai variasi harga. Mulai dari Rp300 sampai Rp 50.000 per data. Tingkat harga ditentukan oleh informasi yang ada di data tersebut.
Apabila data memuat informasi seperti nama, nomor telepon, alamat hingga nama orang tua dan tanpa dilengkapi kemampuan keuangan akan dijual Rp 300/data. Untuk data yang dilengkapi dengan kemampuan finansial nasabah maka harganya Rp20.000 sampai Rp50.000 per data. Dari sebuah investigasi yang dilakukan oleh salah satu media masa nasional, seorang mafia data menjual 1.101 data nasabah dengan total harga Rp350.000 ke pihak investigasi. Jadi, untuk per data dihargai Rp318.
Dan inilah cara yang paling sering dilakukan oleh pinjol ilegal dalam mendapatkan data calon ‘korban’. Karena mereka bisa membeli dengan harga murah dan aksesnya bisa ribuan bahkan jutaan data nasabah.
Hingga sekarang ini praktik jual beli data nggak hanya terbatas data pribadi tapi juga sudah merambah ke KTP. Memang mengerikan tapi, inilah fakta yang terjadi di lapangan.
3. Akses Kontak Dari Peminjam Pinjol Ilegal
Sudah jadi rahasia umum bahwa pinjol ilegal mengakses seluruh kontak dari peminjamnya. Ini mereka lakukan sebagai database untuk menawarkan kembali ke calon ‘korban’ lainnya sekaligus cara meneror agar si peminjam mau melunasi utang.
Coba dibayangkan jika setiap peminjam diakses kontak teleponnya, ada ribuan hingga jutaan nomor telepon yang bisa mereka peroleh dari para peminjam.
4. Info di Media Sosial
Di tiap platform media sosial ada kolom bio yang sering digunakan untuk mengisi tentang deskripsi pengguna. Sayangnya masih banyak yang mengisi kolom ini dengan nomor telepon. Inilah yang menjadi celah bagi pinjol ilegal untuk mendapatkan nomor telepon calon ‘korban’.
Atau tak sedikit juga netizen yang suka share data pribadi seperti tangkapan layar dengan nomor telepon, info pendaftaran, info penawaran usaha, nomor telepon di flyer dan lain sebagainya. Memang sih, mencantumkan nomor telepon ini untuk keperluan usaha atau kepentingan pekerjaan, sayangnya sering digunakan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab dalam mengumpulkan data lalu menjualnya.
Berbagi data seperti nomor telepon di dunia digital (dengan catatan untuk keperluan penting, ya) memang tidak bisa dihindari, begitu juga dengan poin tiga di mana kita sebagai teman dari peminjam.
Namun, kita bisa menghindari pinjol ilegal ini dengan memblokir nomornya juga mengabaikan segala bentuk penawarannya.
Atau jika Anda ingin mengamankan data pribadi bisa membaca artikel sebelumnya.
Jangan pernah lelah untuk mengedukasi diri sendiri dan juga lingkungan terdekat tentang bahaya pinjol ilegal ini. Semoga kita semua bisa terhindar dari jerat pinjol ilegal yang sangat merugikan.